Kamis, 29 Juli 2010

Macet di Jakarta Seharusnya Dipikirkan Sejak 30 Tahun Lalu


Jakarta - Kemacetan lalu lintas di Ibukota bukan hal baru. Kemacetan lantas sering kali dimahfumkan. Ketika kemacetan sudah semakin menggila dan semakin disadari banyak kerugian yang ditimbulkan, barulah lebih sering dibahas pembuat kebijakan.

"Seharusnya seperti Nabi Nuh, siap-siap perahu sebelum banjir. Sekarang ini kita sedang membuat perahu di tengah banjir," ujar koordinator Railway & Transportation Resource Center LAPI -ITB Harun Al Rasyid dalam perbincangan dengan detikcom, Kamis (29/7/2010).

Menurut Harun, masalah transportasi seharusnya sudah dibahas sejak 30 tahun lalu. Ketika suatu wilayah direncanakan untuk berkembang, maka sudah harus dipikirkan pula sejak awal adanya kemungkinan kemacetan yang luar biasa.

Disampaikan dia, masalah pertransportasian di Indonesia sangatlah kompleks. Sebab banyak sekali armada maupun prasarana yang sudah usang. "Kalau boleh saya katakan, semua dalam critical," imbuhnya.

Menurut Harun, banyak kegiatan terkait pembenahan transportasi seperti infrastruktur dan layanannya yang mandek. Banyak bangunan akhirnya tidak selesai-selesai dibangun. "Tiang-tiang monorel jadi ditumbuhi jamur," keluhnya.

Terkait wacana kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) atau sistem jalan berbayar untuk mengurai kemacetan, menurut Harun, hal itu adalah permainan madu dan racun. ERP adalah racun karena menjadi sesuatu yang tidak enak yang harus diberikan. Namun sebagai imbalannya, harus diberikan pula madu kepada masyarakat.

"Madu ini adalah armada dan infrastruktur yang memadai. Jadi jangan hanya komitmen tanpa diikuti realisasi," kata Harun. (nrl/nrl)
------------------------
" Alam dan Adat Bicara"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar