Jumat, 24 September 2010

Ancaman Kerusakan Alam Semakin Nyata

Bukti kerusakan alam semakin terlihat nyata di hadapan kita. Salah satu fakta adalah semakin merebaknya ancaman abrasi air laut. Apa yang terjadi di Jakarta Utara dimana akibat abrasi air laut yang semakin parah telah menghancurkan badan jalan dan fasilitas publik lainnya yang ada di sekitarnya. Demikian juga dengan daerah pemukiman semakin dekat dengan bahaya keganasan abrasi tersebut. Di bahagian lain, bencana banjir pun turut menggejala. Bahaya yang ditimbulkannya sudah semakin berat.
Dilihat dari faktor utama pemicu terjadinya dua fenomena alam ini adalah karena semakin meningkatnya suhu bumi atau yang akrab disebut pemanasan global. Dan jika dibiarkan, tentu akibat yang lebih serius bisa saja terjadi dari yang diprediksikan semula. Karena itu, satu langkah penting yang mesti dilakukan adalah meningkatkan kewaspadaan dan bertindak untuk penyelamatan lingkungan.
Ancaman abrasi air laut dan bahaya banjir harusnya menyadarkan kita akan pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan. Barangkali baru setelah ada fenomena yang menakutkan akan muncul kesadaran kritis, bahwa penanggulangan bahaya banjir tidak bisa dilakukan dalam tempo sekejap. Pemanasan global adalah fenomena yang bertali temali dengan banyak dimensi kehidupan. Katakanlah soal penataan ruang yang tidak menghargai aspek kelestarian lingkungan, penebangan pohon secara massif, pemakaian CFC yang berlebihan dan lain-lain turut serta memberi kontribusi bagi terjadinya pemanasan global.
Salah kalau kita menyebutkan bahwa gejala kerusakan alam adalah hanya sebuah tragedi apalagi misteri. Tanpa meminggirkan adanya tragedi (sesuatu yang terjadi di luar dugaan), bahaya kerusakan sesungguhnya dapat dipredikasi dan sekaligus diantisipasi. Ancaman kerusakan alam sudah sering muncul setiap tahunnya. Akan tetapi, kita sulit untuk berubah dan berbenah. Untuk itu, langkah-langkah sebagai tindakan antisipatif dapat dilakukan secepatnya. Hal inilah yang tidak kita pikirkan secara matang.
Pemerintah atau pejabat publik jangan lagi hanya terampil ber-slogan semata, melainkan harus membuat tindakan nyata. Pemerintah jangan pula hanya tampil dengan politik tebar pesona, seolah-olah menjadi malaikat yang menolong rakyat dalam kesusahannya, termasuk seperti akibat banjir. Pemerintah harusnya hadir dengan tindakan-tindakan antisipatif terhadap kemungkinan bencana yang menghampiri masyarakat banyak.
Dan itulah sepenuhnya fungsi pemerintah; hadir untuk melayani rakyat. Seperti terjadi di masa-masa silam, di setiap kali ada bencana, maka dengan cepat pejabat kita mendengar adanya statemen optimis bahwa kejadian serupa tidak terulang lagi. Nyatanya, bukan hanya terulang, tetapi menjadi langganan.
Ke depan, kita memerlukan hadirnya pemimpin yang cerdas dan tegas. Pemimpin yang tidak hanya pintar beretorika, tetapi pemimpin yang berkinerja baik. Pemimpin yang mengerti dan mau mengabdi untuk kepentingan rakyat. Bila perlu tak pandang bulu dalam melakukan hal apapun yang tujuannya untuk menyelamatkan lingkungan, termasuk mengantisipasi terjadinya masalah banjir. Banjir tidak bisa diatasi dengan kata, tetapi dengan perbuatan dan tindakan nyata.
Bahaya banjir sudah terpampang di hadapan kita. Tidak ada pilihan lain, selain bekerja keras untuk mengatasinya. Dalam konteks itu, kita tidak hanya membutuhkan tekad yang membara, tetapi juga tindakan nyata. Misalnya, tekad pemerintah daerah untuk saling koordinasi antar daerah untuk mengantisipasi banjir. Kita tidak pula memerlukan adanya slogan-slogan yang positif, tetapi juga langkah-langkah nyata untuk mewujudkannya.
Kerusakan lingkungan memang semakin menegaskan akan pentingnya mewujudnyatakan kepedulian terhadap keselamatan bumi. Kenyataan yang ada, terjadi dekadensi atas kualitas lingkungan, tidak bisa lagi dilawan dengan bermain wacana. Harus dengan langkah konkrit. Semua komponen bangsa dan masyarakat internasional harus terlibat di dalamnya.
Komitmen untuk peduli pada lingkungan harus menjadi kewajiban kita semua. Lingkungan adalah anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa, yang harus ditata dan dan dikendalikan secara bertanggung jawab. (*)

--------------------------
" Alam dan Adat Bicara "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar