Jumat, 23 Juli 2010

Berharap Alam Membela Nelayan Lewat Sedekah Laut


Jakarta - Sueb Mahbub menunjukkan selembar kartu identitas berwarna biru, kartu tanda pengenal sebagai nelayan. Sang pemberi kartu bukanlah orang sembarangan. Tidak lain, Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad, yang memberikan kartu nelayan kepada Ketua Kelompok Nelayan Marunda Kepu itu.

"Saya, satu-satunya nelayan di Jakarta yang dikasih kartu nelayan secara simbolis oleh Pak Menteri. Jadi saya merasa bangga juga," ujar Sueb, dengan logat Betawinya yang kental ketika berbincang dengan detikcom, Kamis (22/7/2010).

Meskipun bangga, Sueb juga sekaligus risau. Kartu berlogo Pemprov DKI dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kemen KP) itu, tidak jelas benar apa fungsinya. Hal ini diamini Thorim, nelayan yang lain. Tidak ada penjelasan pemerintah, apakah manfaat kartu nelayan itu.

Tokoh nelayan Marunda ini mengatakan, betapa nasib nelayan di Indonesia berbeda jauh dengan negara lain bahkan di Asean. Pada saat Kongres Nelayan se-Asean, para nelayan tanah air sangat terkejut betapa nelayan Malaysia bisa membeli bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan kartu itu. Hanya Rp 2.000 untuk satu liter solar, separuh dari harga solar di Indonesia. Kartu itu pun bisa untuk meminta pinjaman dari bank atau koperasi. Nasib para nelayan pun sangat terbantu.

"Nelayan di Malaysia tinggal memikirkan pensiun. Sementara nelayan Indonesia tiap hari masih harus mikir apa hari ini punya modal untuk melaut dan kasih makan keluarganya," tukasnya.

Lantas bagaimana dengan kondisi nelayan di Indonesia, khususnya di pesisir Jakarta? Mereka bukan hanya terpinggirkan, bahkan terancam hilang dari pesisir teluk Jakarta. Alasannya, keberadaan mereka dinilai mengganggu, misalnya saja operasional Pelabuhan Internasional Tanjung Priok yang harus steril dari kapal nelayan. Namun Thoirom dan para nelayan lain emoh dibilang mengganggu jalur kapal. Menurut mereka, nelayan di pantai utara Jakarta adalah nelayan perairan dangkal yang mengandalkan jaring tancap dan budi daya kerang hijau.

"Para nelayan jaring tancap, bagan dan serok tidak mungkin berada di perairan yang dalam. Jadi keberadaan kami ini tidak mengganggu jalur kapal yang akan keluar masuk ke Pelabuhan Tanjung Priok," tegasnya.

Selain pelarangan, ancaman lain yang menghantui ribuan nelayan yang ada di pesisir Teluk Jakarta adalah pencemaran dan reklamasi pantai. Menurut Riza Damanik dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), saat ini setidaknya 14.000 kubik sampah yang berasal dari limbah rumah tangga dan limbah industri telah mencemari Teluk Jakarta seluas 2,8 kilometer persegi. Seluruh limbah tersebut mengalir melalui 13 anak sungai yang bermuara di teluk tersebut.

Sampah tersebut selanjutnya terakumulasi di Teluk Jakarta sehingga mencemari lingkungan di wilayah perairan Jakarta hingga ke wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu. Hal ini kemudian berakibat pada penurunan jumlah produksi ikan dan budi daya laut lainnya hingga 38 persen dari biasanya.

Kondisi ini diperparah dengan niat Pemprov DKI Jakarta untuk melanjutkan reklamasi pantai utara Jakarta di akhir 2010. Reklamasi pantai utara Jakarta sepanjang 32 kilometer persegi dengan lebar 1,5 kilometer ini diperuntukan pusat bisnis modern, kawasan perumahan mewah, serta wisata.

Gagasan reklamasi ini, kata Riza, jelas akan menggusur nelayan dari habitatnya. Suku Dinas Perikanan Jakarta Utara pernah mencatat setidaknya 10.000 nelayan di Teluk Jakarta akan tergusur akibat proyek reklamasi pantai utara Jakarta tersebut. Mereka selama ini tinggal bersama keluarga di sekitar muara sungai, termasuk Muara Baru, Cilincing, Kali Baru dan Marunda, Jakarta Utara. Pada akhirnya nanti, dikhawatirkan nelayan di Teluk Jakarta akan musnah.

"Dalam 10 tahun terakhir jumlah nelayan kita berkurang 25 persen. Dan jumlahnya akan semakin menyusut bila reklamasi dan pencemaran terus terjadi," urai Riza.

Dengan segala himpitan dan ancaman ini, maka ritual tahunan Sedekah Laut dirasakan sangat penting bagi para nelayan. Sepanjang minggu ini, mereka membuat persiapan untuk sedekah laut yang akan digelar Minggu 25 Juli 2010. Kapal-kapal nelayan dihias, aneka sesajian disiapkan secara bertahap. Nanti, akan ada seekor kerbau yang akan disiapkan. Kepala dan jeroannya akan dilarung bersama sesajian. Sedangkan dagingnya dibagi-bagi di antara nelayan.

Sedekah laut bagi para nelayan Jakarta utara adalah momen meminta perlindungan dari Tuhan untuk para nelayan. Ketika kekuatan ekonomi menghimpit mereka, pemerintah pun mereka rasa tidak bisa membantu memperjuangkan nasib mereka. Maka, harapan mereka pun bertumpu kepada Tuhan. Sedekah laut, adalah cara yang sudah mereka lakukan secara turun temurun. Mereka berharap dengan sedekah laut ini Tuhan akan memberikan perlindungan kepada nelayan di kawasan itu.

"Sekalipun pemerintah tidak bisa melindungi dan menolong kami. Kami masih punya Yang Kuasa yang akan membantu kami dalam mencari penghidupan di pesisir Jakarta," pungkas Thoirom yang diangguki beberapa nelayan Marunda kepu yang malam itu tengah menyiapkan kebutuhan sedekah laut. (ddg/fay)

------------------------
" Alam dan Adat Bicara"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar